Minggu, 23 Desember 2012

Kisah Pohon Apel


Kisah Pohon Apel | PULSK.com

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu, anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.

Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.
"Ayo ke sini bermain-main lagi denganku.", pinta pohon apel itu.
"Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi.", jawab anak lelaki itu.
"Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya."
Pohon apel itu menyahut,
"Duh, maaf aku pun tak punya uang, tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu."
Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang. "Ayo bermain-main denganku lagi.", kata pohon apel.
"Aku tak punya waktu,", jawab anak lelaki itu.
"Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?".
"Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah, tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu.", kata pohon apel.
Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.
"Ayo bermain-main lagi denganku.", kata pohon apel.
"Aku sedih.", kata anak lelaki itu.
"Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?"
"Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah."
Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.
"Maaf anakku", kata pohon apel itu.
"Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu."
"Tak apa, aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu.", jawab anak lelaki itu.
"Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat.", kata pohon apel.
"Sekarang aku juga sudah terlalu tua untuk itu.", jawab anak lelaki itu.
"Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini.", kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,", kata anak lelaki.
"Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu."
"Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang."
Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu pun sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.


Pohon apel itu adalah orang tua kita.
Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.


http://pulsk.com/9320/Kisah-Pohon-Apel

Sabtu, 22 Desember 2012

Selamat Hari Ibu





Seperti enggan untuk Berhenti. Ia ingin terus hidup. Ia akan tetap tumbuh. Meski ia terlihat rapuh dan akan tumbang, tapi perjuangan itu jelas terlihat. Dia tumbuh terus, dan terus tumbuh. tetap berdiri tegar di tengah terik mentari. demi menjaga tiap dahan dan ranting yang berada di tubuhnya. Seperti kasih seorang ibu, yang akan terus berjuang demi menjaga kebahagiaan keluarganya. 
-happy mom day.
-t.w.a

Sebuah puisi Pak Habibie buat Alm. bu Ainun

Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,

dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.



Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,
adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja,

lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati,
hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.


Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,

pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,
aku bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,


tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.
mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua,

tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan,

Kau dari-Nya,
dan kembali pada-Nya,

kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.

selamat jalan sayang,

cahaya mataku,
penyejuk jiwaku,

selamat jalan,
calon bidadari surgaku

Kamis, 20 Desember 2012

Saya tak perlu membela diri untuk membenarkan diri saya. Yang sebenarnya saya butuh adalah merasakan Sebuah kebahagiaan yang mungkin tak dapat orang lain rasakan. Saat saya Tertawa riang, bahkan Menangiiss sekalipun karna bahagia itu. Saya percaya mungkin saat ini kebenaran tertutupi dengan cerita indah mereka. Maka saya hanya akan memberikan sebuah senyuman. Untuk menyadar’kan mereka bahwa saya jauh lebih bahagia dari apa yang mereka ceritakan.

-t.w.a-


Selalu Bergandengan

                Ada kala aku melihatmu begitu mempesona, ketika melihat sesosok mahluk yang dikirimkan tuhan untuk mendampingi aku berdi di atas bumi-Nya. Aku mulai mengenalnya, berjalan dan berjalan terus menuju masuk di kehidupan yang sudah di sutradai langsung oleh yang maha pencipta itu. Tuhan, aku berterimakasih atas apa yang telah kau kirimkan untuk dapat membuatku berdiri tegar menjalani skenario mu hingga saat ini. 

bumi bersinar dengan cahaya teriknya, ada saat aku menatap mu seperti seorang kakak, yang selalu tak henti membimbing dan mengawasi seorang adik. Aku melihat pula kau seperti Ayah yang menjaga dengan larangan penjagaannya, dan ada pula ku melihat kau seperti ibu,  bagai sosok yang hangat, menengangkan dari tiap permaslahan, mendamaikan dalam tiap kegelisahan.  Namun, pernah pula aku melihatmu seperti adik, yang susah ketika di beri pengertian, bertengkar ketika tak satu pendapat, Saling bungkam ketika saling bermusuhan. 

Ada tetes hujan yang turun tanpa peduli orang-orang yang mengharapkan kecerahan. Seperti gemericik air yang terdengar bising dengan kebimbangan. Hidup akan selalu ada cerita tentang perjuangan dan pengorbanan. Ketika mendung digantikan mentari. Akan slalu ada pembelajaran dari tiap permasalahan kehidupan.

Aku ingin kita slalu mengerti, bukan untuk saling berhenti memahami. Aku ingin ada wanginya mawar dari tiap taman bunga. Sepeti kisah kita, Akan selalu ada wanginya  cerita indah yang kita tuliskan untuk diary masa depan bahagia.

Sahabat, berjanji untuk slalu bergandengan. Meski dalam bimbang dan permasalahan.
Sahabat, berjanji untuk slalu bergandengan. Untuk berlari mengejar impian.
Sahabat,berjanji untuk slalu bergandengan. Untuk menjadi pesaing sehat dalam kehidupan.
Sahabat, berjanji untuk slalu bergandengan. Menjadi supporter dalam sebuah pertandingan.
Sahabat, berjanji untuk slalu bergandengan. Untuk saling mengingatkan dari tiap kesalahan.
Sahabat, berjanji untuk slalu bergandengan. Bermunajat untuk orang-orang tersayang.
Sahabat, berjanji untuk slalu bergandengan.  Dalam bahagianya Tawa candaan.
Sahabat, berjanji untuk slalu bergandengan. Demi menyambut indahnya masa depan.

           



               

Rabu, 19 Desember 2012

Cintailah apapun yang engkau kerjakan, Karena Orang yang hidupnya paling Bahagia adalah mereka yang tak pernah merasa bekerja, melainkan mereka yang mencintai pekerjaannya seperti menikmati Hobby-nya “