Senin, 16 Desember 2013

Dihati ini


Di sini pernah ada cerita, dihati ini
Aku yang menuliskannya untukmu
kisah seperti langit siang dan malam
yang selalu berkejaran
dan tak mungkin berdampingan
Disini pernah ada cerita, dihati ini
hati yang jatuh 
tak bersambut, kemudian jatuh 
pecah dan terbelah…
Disini pernah ada cerita, dihati ini
tentang hati yang menunggu 
namun tak tak sanggup melangkah
Hanya berdiam, meringkuk di balik selimut malam
menunggu gelap yang datang menggantikan terang
Disini pernah ada cerita, dihati ini
tentang hati yang menguji, 
tentang bertahan dan menahan
Tentang kuat yang dikuat kuatkan
tentang ucap yang tak berhenti ingin melupakan
Disini pernah ada cerita, dihati ini
Ada cinta yang tak pernah tergenggam
Dalam keluhnya yang masih berharap
Ada keputusasaan yang hinggap dan merayap
Dalam sesal yang menjalar di setiap nalar yang liar
Di sini pernah ada cerita, dihati ini
Cerita tentang hati yang berjuang
Cerita hati yang tak menang
Di hati ini…
.T.W.A.

Senin, 04 November 2013

Pohon yang bersedih dan Akar yang tak pernah membenci tanah


Sementara diluar sana aku melihat Batang pohon tak pernah pergi meninggalkan tanahnya yang menjadi rumah bagi akarnya, tempat ia menguatkan ranting dan daunnya.
di balik redup sayupnya senja sore itu terdengar bisikan dari sang batang pohon dari kejauhan “aku batang pohon yang bertahan setia menunggi kalian berkedua. Diatas tanah yang memisahkan aku (batang pohon) dengan akarku. Aku (batang pohon) dengan sabar menunggumu hingga kau (daun) tumbuh dari kecil hingga membesar, dau kau (ranting) terus memanjang dan bercabang, tapi pada akhirnya kalian tetap ikut berlari dengan Dia (angin) yang membawamu pergi meninggalkan aku (batang pohon).” Terdengar kalimat itu diucapkannya dengan lirih hingga tubuhnya yang sudah mulai tua terlihat retak pecah.
Di kejauhan itu pula, dibalik Senja yang hampir tak berwarna jingga aku melihatnya dengan mata yang sesak dengan air yang tak permisi lagi untuk jatuh. Dia (batang pohon) terlihat sangat sedih, dan Seperti yang membuat hatinya lebih menyedihkan lagi ketika Dia (batang pohon) melihat angin yang hanya mengombang ambingkan keduanya, bahkan menghempaskan keduanya (ranting&daun) ketanah dan tak membawa mereka terus pergi bersamanya(angin).
ia bersedih, namun tak pernah menyadari di dalik tanah yang menjadi rumah tertutup bagi akar, tampak gelap menjadi terang dan terang menjadi gelap. terdengar suara seperti berbisik, tapi lebih pelan lagi dari bisikan seperti… mendengar “Wahai kau(batang pohon) mengapa kau selalu bersedih ketika ditinggalkan?bukankah hal itu terus saja berulang kepadamu setiap saat?tidakkah melelahkan ketika kau terus menyedihkan hal yang sama? Wahai kau(batang pohon) tidak cukupkah hanya aku saja yang terlihat setia di sini bersamamu. Tidakkah kau melihat aku yang menjadi penguatmu meski aku tak dapat melihatmu? Tidakkah kau melihat aku yang menjadi penguatmu meski tanah yang memisahkanmu denganku? dan tidakkah kau lihat, mengapa aku tak pernah membenci tanah yang memisahkanmu denganku meski aku sangat ingin melihatmu? Aku (akar) tak pernah membenci tanah yang memisahkanku denganmu, karna aku tau tanah dapat menjadi tempatmu berdiri tegak diatasnya, ia(tanah) dapat membantuku menjagamu tetap tumbuh diluarsana, dan dia (tanah) yang selalu mengabari pertumbuhanmu dengan cerita-ceritanya. Meskipun pada akhirnya kau tak pernah tau bagaimana diriku, bagaimana aku begitu menyayangimu, aku tak akan marah dengan dia (tanah). hingga nanti ketika kau tua dan rapuh lalu kau mati, akulah yang ikut bersama denganmu.” Kalimat yang dilontarkan seolah ia sedang berbicara kepada (batang pohon) padahal kalimat itu terdengar seperti sedang berbisik didalam hatinya.
Kejadian itu kulihat di senja yang sudah kelam. cinta sang batang pohon yang ditinggalkan ranting dan daunnya, dan Cinta sang akar pada batang pohon yang begitu setia menunggu tanpa pernah membenci sang tanah. dia(Akar) yakin hanya dia yang setia menunggui pohonnya. Hingga saatnya tiba ia akan menua dan kemudian mati bersama sang pohon. Kelak, ia(akar) percaya suatu saat dia (batang pohon) mengetahui segala pengorbanan yang ia perjuangkan untuk nya(batang pohon).
-twa

Rabu, 08 Mei 2013

Suratsurat Hati



“Rembulan akan berganti mentari, hujan akan berganti pelangi.

Salahkan hatiku yang masih menanti
?”


ketika rona fajar mulai menghilang di langit pagi, dan kau tetap muncul dalam dalam hati ku, aku memikirkan seperti apa kabarku di dalam hatimu.
Baikkah?sehat-sehat saja? Atau masih sama seperti biasanya?
kukira jemariku sudah lelah menuliskan suratsurat hatiku untukmu . Karna Aku hampir menyerah untuk tahu alamat pintu hatimu. Sudah lama ingin kutahu, namun urung aku mencari tahu karna tak pula kutahu seperti apa kunci hatimu sejak dulu.
Aku mengacuhkan kebodohanku! Karna tak mudah menggantikan dirimu di fikiranku.
ku anggap dirimu sudah menjadi hantu dalam kepalaku. Menghipnotis jutaan jaringan dalam sel otak ku. Bukan hanya otakku, tapi juga panca inderaku, debaran di dadaku, serta jemari-jemariku yang menari kembali menyapamu. Meski aku tak tahu surat ini akan sampai ke mana, tapi aku paham bahwa rasaku tak mungkin tak sampai padamu.
Perasaanku tak butuh alamat. Meski surat ini membutuhkannya.
Masa bodoh saja! dia, surat ini... akan menunggu untuk sampai ke alamatnya.
Jika Tuhan memihakku, meski surat ini tak kutulis dengan tinta merah cintaku, kulipat rapi dengan pita warna warni fikiranku, kububuhi perasaan cinta dan alamat pintu hatimu.
Yang entah kapan sampai ke tempat yang dituju, tapi kuyakin angin lebih dulu menyampaikan perasaanku ini padamu.
Kembai ku susun satuper satu kertas putih yang penuh goresan kata hatiku. Tak lupa ku selipkan doa cinta di tiap lipatan suratku.
Maka kini, kupejamkan mataku. ..
Ku hela nafasku, dan meyakini hatiku...
Aku  percaya,
Seperti Hujan yang tak selalu menjanjikan pelangi, namun ku tau...
perasaanku padamu tak butuh janji, karna ku yakin pelangi itu tetap ada...

-TISYA  WINDY. A-